Religi diartikan sesuatu hubungan yang erat (ikatan) antara manusia dan maha manusia (religion is the relationship between human and super human). Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan bersifat super natur, dan sifat yang berada dengan sendirinya, dan yang mempunyai kekuasaan yang absolut yang disebut Tuhan.
Definisi lain dari Drs. Sidi Ghazalba adalah hubungan manusia dengan yang maha kudus, menyatakan diri dalam bentuk kultus dan sikap berdasar doktrin-doktrin tertentu.
Ilmu agama (science religion) dalam arti luas dibagi menjadi tiga bagian pokok :
1. History of religion (sejarah agama)
2. Comparison of religion (perbandingan agama)
3. Fhilosopy of religion (filsafat agama)
Tiap cabang ilmu agama tersebut mempunyai fungsi sendiri dan cara-cara sendiri untuk mencapai tujuannya. Sejarah agama berusaha untuk mempelajari dan mengumpukan fakta-fakta asasi daripada agama. Dengan ukuran-ukuran yang lazim, sejarah agam berusah untuk menilai data-data ternci dan berusaha untuk mendapatkan gambaran yang jelas yang dengan gambaran itu konsepsi-konsepsi tentang pengalaman keagamaan dapat dipahami dan dihargai.
Adapun perbandingan agama berusaha untuk memahami semua aspek-aspek yang diperoleh dari sejarah agam itu, kemudian menghubgkan atau membandingkan satu agama dengan lainnya untuk mencapai dan menentukan struktur yang fundamental dari pengalaman dan konsepsi-konsepsi dengan memilih dan menganalisa persamaan dan perbedaan antara agama-agama tersebut. Perbandingan agama membandingkan antar agama dan metodenya dan konsepsi-konsepsinya untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu perbandinan agama mengungkapakan pertanyaan-pertanyaan yang fundamental dan universal dari tiap-tiap agama, yang akan djawab sesuai ajaran-ajaran agama masing-masing. Umpamanya apakah konsepsi agama tenang manusia? Apa dan siapakah Tuhan itu? Apakah dosa dan pahala itu? Apakah hubungan antara kepercayaan dan akal? Hubungan agama dan etika dan lain sebagainya.
Adapun filsafat agama ialah suatau cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk mengambil kesimpulan dari fakta-fakta yang dikumpulkan sejarah agama dan dibandingkan oleh perbandingan agama dalam arena falsafi.
Dalam mempelajari perbandingan agama kita harus ingat kepada batas-batas tugas pebandingan agama, sebab tanpa mengingat batas-batas tersebut enyelidikan kita akan menjadi luas sifatnya . menurut Dr. Can Cu Som, bahwa tugas-tugas perbandingan agama dibatasi sebagai berikut:
1. Bahwa perbandingan agama tidak akan menambah atau member keimanan seorang yang tidak beragama. Orang yang sudah beragamapun oleh perbandingan agama tidak akan bias menambah keimanannya.
2. Perbaningan agama tidak akan membicarakan kebenaran sesuatu agama sebab soal kebenaran tidak termasuk lingkunagan perbandingan agama akan tetapi masuk dalam teology.
3. Perbandingan agama tida berusaha untuk mengerti hukum agama.
4. Penyelidikan perbandingan agama hanya terbatas pada pengumpulan fakta atau kenyataan di dalam agama-agam itu. Misalnya masjid, greja, kuil dan lain-lain.
5. Perbandingan agama menganggap bahwa agama adalah sebagai gejala dalam masyarakat manusia, sebagaimana halnya dengan bahasa sebagai salah satu gejala masyarakat juga .
Senin, 08 November 2010
perlunya agama di kehiddupan
Kalau pertanyaan ini dihadapkan kepada orang-orang yang sudah mempunyai keyakinan kuat terhadap agama sudah tentu mereka menjawab ‘’ya’’ manusia perlu beragama. Manusia tak dapat dipisahkan dari agama. Hidup beragama adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang tertinggi dimuka bumi ini.
Manusia sudah dikaruniai akal di samping hawa nafsu yang dengan akalnya itu dia dapat menciftakan kemajuan-kemajuan dalam hidupnya.di samping manusia dikaruniai agama, untuk mengendalikan akal dan hawa nafsunya itu, agar manusia dapat menciptakan kehidupan yang aman dan tentram, rukun damai serta adil dan makmur
Beragama pada dasarnya merupakan kecendrungan manusia yang sesuai dengan insting dan fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan yang luar biasa diatas alam ini. Insting itu lahir karena kekaguman manusia melihat ciptaan yang tidak bertara ini oleh karena itu beragama adalah tabiat atau naluri yang pertama. Pada manusia purba insting mengagumi kekuasaan dan keagungan itu dalam bentuk mengakui banyak tuhan dalam bentuk pengakuannya bahwa tiap-tiap sesuatu ada yang menguasainya.
Paham beragama dapat berjalan pula dengan perkembangan pikiran manusia. Semakin maju ilmu manusia semakin sedikit pula tuhan-tuhan yang mereka percayai.
Agama adalah merupakan jawaban terhadap kebutuhan akan rasa aman terutama pada hati manusia. Banyak umat manusia yang telah merasa menemukan agama atau jalan hidupnya sesuai dengan keykinannya sendiri-sendiri.
2. unsur-unsur Agama
a. Adanya kekuatan ghaib
b. adanya keyakinan manusia bahwa kebahagiaan hidup adalah tergantung adanya hubungan baik dengan kekuatan ghaib yang dimaksudkan.
c. adanya perasaan takut dan cinta
d. paham adanya keyakinan yang disucikan yaitu dalam bentuk kekuatan ghaib dalam bentuk kitab-kitab yang mengandung ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.
Manusia sudah dikaruniai akal di samping hawa nafsu yang dengan akalnya itu dia dapat menciftakan kemajuan-kemajuan dalam hidupnya.di samping manusia dikaruniai agama, untuk mengendalikan akal dan hawa nafsunya itu, agar manusia dapat menciptakan kehidupan yang aman dan tentram, rukun damai serta adil dan makmur
Beragama pada dasarnya merupakan kecendrungan manusia yang sesuai dengan insting dan fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan yang luar biasa diatas alam ini. Insting itu lahir karena kekaguman manusia melihat ciptaan yang tidak bertara ini oleh karena itu beragama adalah tabiat atau naluri yang pertama. Pada manusia purba insting mengagumi kekuasaan dan keagungan itu dalam bentuk mengakui banyak tuhan dalam bentuk pengakuannya bahwa tiap-tiap sesuatu ada yang menguasainya.
Paham beragama dapat berjalan pula dengan perkembangan pikiran manusia. Semakin maju ilmu manusia semakin sedikit pula tuhan-tuhan yang mereka percayai.
Agama adalah merupakan jawaban terhadap kebutuhan akan rasa aman terutama pada hati manusia. Banyak umat manusia yang telah merasa menemukan agama atau jalan hidupnya sesuai dengan keykinannya sendiri-sendiri.
2. unsur-unsur Agama
a. Adanya kekuatan ghaib
b. adanya keyakinan manusia bahwa kebahagiaan hidup adalah tergantung adanya hubungan baik dengan kekuatan ghaib yang dimaksudkan.
c. adanya perasaan takut dan cinta
d. paham adanya keyakinan yang disucikan yaitu dalam bentuk kekuatan ghaib dalam bentuk kitab-kitab yang mengandung ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.
Kegunaan dan Manfaat Ilmu Perbandingan Agama
Prof. Dr. H. Mukti Ali dalam bukunya Ilmu Perbandingan Agama (Sebuah Pembahasan tentang Metodos dan sistema), mengungkapkan bahwa kegunaan dan manfaat ilmu perbandingan agama bagi seorang muslim adalah:
1. Untuk memahami kehidupan bathin, alam pikiran, dan kecendrungan hati pelbagai umat manusia.
2. Untuk mencari dan menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan antara agama Islam dengan agama-agama bukan Islam.
3. Untuk menumbuhkan rasa simpati terhadap orang-orang yang belum mendapat petunjuk tentang kebenaran, serta menimbulkan rasa tanggung jawab untuk menyiarkan ebenaran-kebenaran yang terkandung dalam agama Islam kepada masyarakat ramai.
4. Memang harus diakai bahwa ilmu perbandingan agama bias menjadi bahaya yang besar bagi Islam, apabila salah mempergunakannya, tetapi sebaliknya akan merupakan bantuan yang besar sekali bagi perkembangan agama Islam apabila betul dalam mempergunakannya.
5. Ilmu ini bukan hanya berguna bagi para mualigh akan tetapi juga bagi para ahli agama Islam, karena pikiran yang dipertajam dengan perantaraan mempelajari pelbagai agama dengan cara membanding, akan mudah memahami isi dari agama Islam itu sendiri; dan memang isi dan pertumbuhan agama Islam itu akan lebih mendalam dipahami apabila orang berusaha juga untuk memahami isi dan pertumbuhan agama-agam lain.
6. Dengan kemajuan teknik yang dialami dalam abad ini, yang belum pernah dialami abad-abad yang lalu, maka dunia seolah-olah menjadi lebih kecil dan hubungan antara manusia lebih dekat.
7. Orang Islam akan belajar untuk mempergunakan terminology-terminologi dan istilah-istilah agama yang lebih sederhana dan tidak membingungkan dan akan sadar bahwa ajaran-ajaran agama Islam yang sebenarnya sangat mudah dan sederhana itu, kadang-kadang diselimuti oleh istilah-istilah yang cukup membingungkan bagi orang yang buka ahli Islam.
8. Keuntungan yang paling besar dalam mempelajari pelbagai agama ialah keyakinan tentang final dan cukupnya agam Islam itu.
9. Melahirkan kesadaran akan kekayaan yang mengagungkan yang terdapat pada tiap-tiap agama, dan dengan ini timbullah saling menghargai.
1. Untuk memahami kehidupan bathin, alam pikiran, dan kecendrungan hati pelbagai umat manusia.
2. Untuk mencari dan menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan antara agama Islam dengan agama-agama bukan Islam.
3. Untuk menumbuhkan rasa simpati terhadap orang-orang yang belum mendapat petunjuk tentang kebenaran, serta menimbulkan rasa tanggung jawab untuk menyiarkan ebenaran-kebenaran yang terkandung dalam agama Islam kepada masyarakat ramai.
4. Memang harus diakai bahwa ilmu perbandingan agama bias menjadi bahaya yang besar bagi Islam, apabila salah mempergunakannya, tetapi sebaliknya akan merupakan bantuan yang besar sekali bagi perkembangan agama Islam apabila betul dalam mempergunakannya.
5. Ilmu ini bukan hanya berguna bagi para mualigh akan tetapi juga bagi para ahli agama Islam, karena pikiran yang dipertajam dengan perantaraan mempelajari pelbagai agama dengan cara membanding, akan mudah memahami isi dari agama Islam itu sendiri; dan memang isi dan pertumbuhan agama Islam itu akan lebih mendalam dipahami apabila orang berusaha juga untuk memahami isi dan pertumbuhan agama-agam lain.
6. Dengan kemajuan teknik yang dialami dalam abad ini, yang belum pernah dialami abad-abad yang lalu, maka dunia seolah-olah menjadi lebih kecil dan hubungan antara manusia lebih dekat.
7. Orang Islam akan belajar untuk mempergunakan terminology-terminologi dan istilah-istilah agama yang lebih sederhana dan tidak membingungkan dan akan sadar bahwa ajaran-ajaran agama Islam yang sebenarnya sangat mudah dan sederhana itu, kadang-kadang diselimuti oleh istilah-istilah yang cukup membingungkan bagi orang yang buka ahli Islam.
8. Keuntungan yang paling besar dalam mempelajari pelbagai agama ialah keyakinan tentang final dan cukupnya agam Islam itu.
9. Melahirkan kesadaran akan kekayaan yang mengagungkan yang terdapat pada tiap-tiap agama, dan dengan ini timbullah saling menghargai.
perkembangan ilmu sosial dalam agama
Perkembangan Ilmu Perbandingan Agama
Tidak diragukan lagi kalau ilmu perbandingan agama modern suah dimulai oleh Max Muller, lebih kurang satu abad yang lampau. Pada tahun 1856 terbit bukunya yang pertama Comparative Mithology, dan pada tahun 1870 menyusul diterbitkan Introduction to the Sience of Religion. Penerbitan buku tersebut diikuti dengan pemberian kuliah yang berjudul Asal-Usul Dan Pertumbuhan Agama Sebagaimana Digambarkan Dalam Agama-Agama India di tahun 1878. Babak awal studi tersebut diwarnai oleh antusias yang sangat kuat, keinginan yang sungguh-sungguh untuk memahami agama yang lain, dan oleh kebutuhan yang bersifat spekulatif. Di anatara keanekaragaman bentuk pengalaman keagamaan mitologi memperoleh perhatian yang istimewa. Karena penelitian bahasa, sejarah, dan filsafat pada masa itu masih campur aduk, sementara teology mulai diabaikan.
Istilah-istilah science of religion dimaksudkan untuk menunjukkan pemisahan ilmu baru tersebut dari filsafat agama dan terutama dari thelogi. Ada dorongan kuat untuk mulai memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia seperti teks-teks suci yang dalam beberapa hal menurut berbagai macam tradisi keagamaan suku, bangsa, dan masyarakat yang berbeda-beda.
Ketika perang dunia pertama meletus terjadi beberapa perubahan pentng. Historisisme yang menguasai abad itu, secara berangsur mulai surut meskipun penelitian-penelitian bahasa, sejarah, dan psikologis masih berlanjut dan metode positivistis tetap bertahan di beberapa tempat. Ernst Troeltsch, yang oleh kebanyakan orang dianggap sebagai pembimbing dan tokoh aliran sejarah agama, secara jelas menyinggung masalah tersebut dalam karya utamanya, Der Historismus. Arus sejarah yang melarutkan setiap fenomena tidak dapat memberikan normanorma bagi kepercayaan dan perbuatan, padahal kehidupan tanpa norma-norma semacam itu dirasakan bukan sebagai kehidupan yang layak. Hal yang sama juga telah ditandaskan secara tajam dan tegas oleh Nietzsche dalam Onzeitgemanse Betrachtungen di awal tahun 1873. Dengan terjadinya pergantian abad, maka filsafat dan teology, yang semula telah runtuh menjadi epistemology teknis atau penelitian sejarah, mulai bangkit kembali. Dengan demikian babak ketiga dalam ilmu kita ini mulai menapak batas baru dalam filsafat kaum neo-Kantian, Bergson, dan para ahli fenomenologi; dalam pemikiran Katolik von Hugel dan Scheler; dan dalam teologi Protestan Soderblom, Barth, dan Otto. Permulaan masa baru tersebut diwarnai oleh tiga hal : pertama, keinginan untuk mengatasi perselisihan-perselisihan yang timbul akibat spesialisasi dan pembidanan yang terlalu berlebihan, melalui suatu pandangan yang terpadu; kedua, keinginan penetrasi yang lebih jauh ke kedalaman hakikat pengalaman keagamaan; dan ketiga, pembahasan masalah-masalah epistemologis yang wujud-akhirnya bersifat metafisis.
Dalam ketiga periode yang telah dikemukakan di atas tak pelak lagi telah banyak terjadi kerja sama internasional di antara kalangan para sarjana Eropa, Asia dan Amerika. Penelitian-penelitian sejarah perkembangan ilmu perbandingan agama yang dilakukan oleh Jordan, Lehmann, Pinard de la Boullaye, dan yang lebih kemudian oleh Puech, Mensching, Widengren, dan Masson-Oursel telah melihatkan keluasan kerja sama ini. Sarjana-sarjana Asia yang laun berperan serta dalam usaha ini, khusus yang menyandang nama Muslim, Hindu, China dan Jepang patut memperoleh perhatian istimewa di samping nama-nama besar para sarjana Birma, Siam, Pilipina, Negara-negara Arab, Pakistan, Indonesia. Lagipula, para peneliti Barat sudah mulai menyadari pentingnya dukungan para peneliti lain yang betul-betul dibesarkan dalam tradisi keagamaan non-Kristen, agar benar-benar dapat disimpulkan sebuah peniliaian yang tepat dalam memahami fenomena yang dipelajari. Pada masa positivism, uraian-uraian yang “asli” seringkali diacuhkan bahkan diragukan. Hanya cara cermat Barat saja yang dapat diterima. Jelas bahwa keinginan para sarjana Timur untuk menambil alih cara-cara penelitian Barat yang sistematis itu akan lebih menjanjikan sumbangan-sumbangan yang berharga bagi pengembanganilmu kita ini.
Kerja sama ini tetap erpelihara baik melalui sejumlah Konfrensi Internasional sejarah agama. Akan tetapi, tak dapat dipungkiri bahwa suasana politik dan pengaruh kedua Perang Dunia yang besar telah menimbulakan banyak kesulitan untuk mempertahankan standar yang telah dirumuskan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya dilihat dari segi universalitas dan pentingnya topic-topik yang telah dibicarakan. Sejak akhir babak pertama di mana telah terjalin hubungan antara para sarjana dari pebagai bangsa dan agama, sudah mulai terlihat bayangan sinkritisme yang mewarnai beberapa pertemuan para sarjana di sekitar pergantian abad yang lampau itu sehingga menyulitkan pencapaian pengertian kesadaran keagamaan yang baru dan juga melemahkan kecermatan penelitian yang muncul dari minat filsafat yang kuat dan bersifat konstruktif .
Tidak diragukan lagi kalau ilmu perbandingan agama modern suah dimulai oleh Max Muller, lebih kurang satu abad yang lampau. Pada tahun 1856 terbit bukunya yang pertama Comparative Mithology, dan pada tahun 1870 menyusul diterbitkan Introduction to the Sience of Religion. Penerbitan buku tersebut diikuti dengan pemberian kuliah yang berjudul Asal-Usul Dan Pertumbuhan Agama Sebagaimana Digambarkan Dalam Agama-Agama India di tahun 1878. Babak awal studi tersebut diwarnai oleh antusias yang sangat kuat, keinginan yang sungguh-sungguh untuk memahami agama yang lain, dan oleh kebutuhan yang bersifat spekulatif. Di anatara keanekaragaman bentuk pengalaman keagamaan mitologi memperoleh perhatian yang istimewa. Karena penelitian bahasa, sejarah, dan filsafat pada masa itu masih campur aduk, sementara teology mulai diabaikan.
Istilah-istilah science of religion dimaksudkan untuk menunjukkan pemisahan ilmu baru tersebut dari filsafat agama dan terutama dari thelogi. Ada dorongan kuat untuk mulai memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia seperti teks-teks suci yang dalam beberapa hal menurut berbagai macam tradisi keagamaan suku, bangsa, dan masyarakat yang berbeda-beda.
Ketika perang dunia pertama meletus terjadi beberapa perubahan pentng. Historisisme yang menguasai abad itu, secara berangsur mulai surut meskipun penelitian-penelitian bahasa, sejarah, dan psikologis masih berlanjut dan metode positivistis tetap bertahan di beberapa tempat. Ernst Troeltsch, yang oleh kebanyakan orang dianggap sebagai pembimbing dan tokoh aliran sejarah agama, secara jelas menyinggung masalah tersebut dalam karya utamanya, Der Historismus. Arus sejarah yang melarutkan setiap fenomena tidak dapat memberikan normanorma bagi kepercayaan dan perbuatan, padahal kehidupan tanpa norma-norma semacam itu dirasakan bukan sebagai kehidupan yang layak. Hal yang sama juga telah ditandaskan secara tajam dan tegas oleh Nietzsche dalam Onzeitgemanse Betrachtungen di awal tahun 1873. Dengan terjadinya pergantian abad, maka filsafat dan teology, yang semula telah runtuh menjadi epistemology teknis atau penelitian sejarah, mulai bangkit kembali. Dengan demikian babak ketiga dalam ilmu kita ini mulai menapak batas baru dalam filsafat kaum neo-Kantian, Bergson, dan para ahli fenomenologi; dalam pemikiran Katolik von Hugel dan Scheler; dan dalam teologi Protestan Soderblom, Barth, dan Otto. Permulaan masa baru tersebut diwarnai oleh tiga hal : pertama, keinginan untuk mengatasi perselisihan-perselisihan yang timbul akibat spesialisasi dan pembidanan yang terlalu berlebihan, melalui suatu pandangan yang terpadu; kedua, keinginan penetrasi yang lebih jauh ke kedalaman hakikat pengalaman keagamaan; dan ketiga, pembahasan masalah-masalah epistemologis yang wujud-akhirnya bersifat metafisis.
Dalam ketiga periode yang telah dikemukakan di atas tak pelak lagi telah banyak terjadi kerja sama internasional di antara kalangan para sarjana Eropa, Asia dan Amerika. Penelitian-penelitian sejarah perkembangan ilmu perbandingan agama yang dilakukan oleh Jordan, Lehmann, Pinard de la Boullaye, dan yang lebih kemudian oleh Puech, Mensching, Widengren, dan Masson-Oursel telah melihatkan keluasan kerja sama ini. Sarjana-sarjana Asia yang laun berperan serta dalam usaha ini, khusus yang menyandang nama Muslim, Hindu, China dan Jepang patut memperoleh perhatian istimewa di samping nama-nama besar para sarjana Birma, Siam, Pilipina, Negara-negara Arab, Pakistan, Indonesia. Lagipula, para peneliti Barat sudah mulai menyadari pentingnya dukungan para peneliti lain yang betul-betul dibesarkan dalam tradisi keagamaan non-Kristen, agar benar-benar dapat disimpulkan sebuah peniliaian yang tepat dalam memahami fenomena yang dipelajari. Pada masa positivism, uraian-uraian yang “asli” seringkali diacuhkan bahkan diragukan. Hanya cara cermat Barat saja yang dapat diterima. Jelas bahwa keinginan para sarjana Timur untuk menambil alih cara-cara penelitian Barat yang sistematis itu akan lebih menjanjikan sumbangan-sumbangan yang berharga bagi pengembanganilmu kita ini.
Kerja sama ini tetap erpelihara baik melalui sejumlah Konfrensi Internasional sejarah agama. Akan tetapi, tak dapat dipungkiri bahwa suasana politik dan pengaruh kedua Perang Dunia yang besar telah menimbulakan banyak kesulitan untuk mempertahankan standar yang telah dirumuskan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya dilihat dari segi universalitas dan pentingnya topic-topik yang telah dibicarakan. Sejak akhir babak pertama di mana telah terjalin hubungan antara para sarjana dari pebagai bangsa dan agama, sudah mulai terlihat bayangan sinkritisme yang mewarnai beberapa pertemuan para sarjana di sekitar pergantian abad yang lampau itu sehingga menyulitkan pencapaian pengertian kesadaran keagamaan yang baru dan juga melemahkan kecermatan penelitian yang muncul dari minat filsafat yang kuat dan bersifat konstruktif .
ilmu sosial
Ilmu sosial (dalam bahasa Inggris disebut social science) atau ilmu pengetahuan sosial merupakan sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif.
Berikut dasar metode yang digunakan dalam ilmu sosial :
Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu ini.
Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:
Berikut dasar metode yang digunakan dalam ilmu sosial :
- Prosesnya bersifat Objective
- Tidak ada bias interpretasi terhadap hasil penelitian.
- Ada domumentasi, pengarsipan, dan memberi peluang bagi peneliti lain untuk mengakes: data yang digunakan dan metodologi
- Memberi kesempatan yang lain mereproduksi penelitian
- Ada reliabilitas
Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu ini.
Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:
- Antropologi, yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu
- Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat
- Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi
- Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
- Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa
- Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral
- Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)
- Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
- Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia
- Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya
Langganan:
Postingan (Atom)